Selasa, 30 Juni 2015

Wahai Pelaku Bid'ah, Berfikirlah ???!!









Allah berfirman dalam surah al Haqqoh ayat 44-47:
“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun darimu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.
Imam ibn Katsir rahimahullah berkata didalam tafsirnya: Jika saja Nabi Muhammad seperti yang mereka tuduhkan yakni mengadakan kedustaan atas nama Allah  sehingga dia memberikan tambahan atau pengurangan pada risalah tersebut, atau dia mengadakan sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri, lalu menisbatkan kepada Allah, sedangkan Allah  tidak pernah mengatakannya, maka Allah akan menyegerakan siksaan untuknya
Ayat yang mulia ini menegaskan bahwa Nabi kita Muhammad saja tidak boleh menambahkan atau mengurangi syariat yang telah diberikan Allah melalui malaikat Jibril alaihissalam dari atas tujuh langit. Maka tidak sepantasnya kita sebagai ummatnya menambah-nambah atau mengurangi syariat yang telah dibawa oleh Rasul yang mulia
Nabi bersabda: “Setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada didalam neraka”{HR an Nasa’i}
Oleh karena itu wahai pelaku bid’ah,,,Apakah ANDA lebih BERTAQWA daripada RASULULLAH ???!!! 
Wahai pelaku bid’ah,,, Apakah ANDA lebih SHOLEH daripada RASULULLAH ???!!!
Wahai pelaku bid’ah,,,Apakah ANDA lebih PINTAR dalam hal syari’at daripada RASULULLAH  ???!!!
Wahai pelaku bid’ah berfikirlah,,,,,,,
Wahai pelaku bid’ah renungilah, suatu saat nanti ketika berjumpa dengan Rasulullah ternyata amalan-amalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah lalu amalan-amalan tersebut lenyap karena tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah melalui lisan Nabi kita yang mulia
Wahai pelaku bid’ah,,,sudah siapkah ENGKAU dengan JAWABANMU ???!!!

Wallahu a’lam

Rujukan:       Tafsir Ibn Katsir
 Kajian Ustadz Maududi Abdulah

Penulis:          Abu Jeehan
Pekanbaru, 15 Romadhon 1436H

Senin, 29 Juni 2015

Hadist Mengenai Adzan Di Telinga Bayi



 “Aku telah melihat Rasulullah ï·º mengumandangkan adzan di telinga Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan sholat {HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Bila melihat kepada perawi yang ada, didapatkan ada enam yakni: Musaddad, Yahya, Sufyan, Ashim bin ‘Ubaidillah, Ubaidullah bin Abi Rafi’ dan Abu Rafi’
Dalam hadist ini perawi yang jadi masalah adalah ‘Ashim bin Ubaidillah,
Ibnu Hajar al Asqolani menilai ‘Ashim itu dho’if (lemah)
Begitupula Adz Dzahabi mengatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan ‘Ashim itu dho’if
Imam Bukhori dan selainnya mengatakan bahwa ‘Ashim adalah munkarul hadist (sering membawa hadist munkar). Munkar disini adalah munkar dalam pengertian ulama ahli hadist yaitu hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang dho’if dan menyelisihi hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqohi
Dari sini nampak dari sisi sanad terdapat rawi yang lemah sehingga secara sanad, hadist ini sanadnya lemah dan syaikh Muhammad Nashiruddin menghukuminya sebagai hadist yang lemah dalam kitab beliau al Kalimuth Thoyyib no 211
Sebelumnya syaikh Muhammad Nashiruddin pernah menilai hadist ini hasan karena hadist ini memiliki penguat dari hadist Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman. Beliau awalnya berprasangka baik terhadap pernyataan Imam Baihaqi terhadap hadist Ibnu Abbas yang dinukil Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maulud bahwa Imam Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Syu’abul Iman hadist Ibnu Abbas bersama dengan hadist Hasan bin ‘Ali dan Imam Baihaqi berkata bahwa pada sanad kedua hadist tersebut terdapat kelemahan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin menyatakan, aku telah menghasankan hadist Abu Rafi’ dalam Irwa’ al Ghalil dan sekarang telah dicetak kitab Syu’abul Iman dan aku memeriksa sanad hadisnya, ternyata jelas bagiku kelemahannya. Maka aku rujuk dari penilaian hasan tersebut dan kembali hadist Abu Rafi’ menjadi lemah sesuai dengan sanadnya tersebut (silsilah hadist dho’if no 6121)
Syaikh Abu Ishaq al Huwaini mengatakan, hadist yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadist yang lemah. Sedangkan suatu amalan secara sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadist lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadist ini, namun belum juga mendapat penguatnya (menjadi hasan)
Dengan demikian jelaslah bahwa hadist Abu Rafi’ ini adalah hadist yang lemah dan hadist Ibn Abbas dan Hasan ibn Ali tidak bisa menjadi penguatnya, karena kedua hadist tersebut sangat lemah.
Wallahu a’lam
Sumber: Majalah As Sunnah edisi 07/TH XVI/Dzulhijjah 1433H/Nov 2012

Apakah Kita Orang Yang Sibuk ?


Ada seorang ulama berguru kepada seorang ulama
Selang beberapa lama, saat dia ingin
melanjutkan belajar ke guru lain.gurunya
berpesan :
"Jangan tinggalkan membaca Al Qur’an ,Semakin banyak baca Al Qur’an urusanmu semakin mudah"
Dan muridnya pun melakukan. Dia
membaca Al Qur’an 3 juz per hari.
Dia menambahkan hingga 10 juz per hari.
Dan urusannya semakin mudah.
Allah yang mengurus semua urusannya.
Waktu ⌚ pun
semakin berkah.
Apa yang dimaksud dengan berkahnya waktu⌚?
Bisa melakukan banyak hal dalam waktu sedikit.
Itulah berkah Al Qur’an .
Al Qur’an membuat kita mudah mengefektifkan manajemen waktu.
Bukan kita yang atur waktu⌚ kita, tapi Allah
Padahal teorinya orang yang membaca AlQur’an menghabiskan banyak waktu.
mengurangi jatah kegiatan lain, tapi Allah yang membuat waktunya itu jadi berkah.
Hingga menjadi begitu efektif.
Hidup pun efektif.
Dan Allah akan mencurahkan banyak berkah dan kebaikan pada kita karena
Al Qur’an .
Salah satu berkahnya adalah membuka
pintu 🚪🚪 kebaikan, membuka kesempatan
untuk amal shalih berikutnya.
Dan Salah satu balasan bagi amal shalih yang
kita lakukan adalah kesempatan untuk amal
baik berikutnya. Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu
Dan sebaliknya waktu yg selalu sibuk shg hanya habis untuk urusan dunia yg terserak, bisa jadi itu adalah tandanya ada yg salah dlm hidup kita,
Barangsiapa yg bangun di pagi hari dan hanya dunia yg di pikirkannya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat HAK ALLAH dalam dirinya, maka ALLAH akan menanamkan 4 macam penyakit padanya :
1. Kebingungan yang tiada putus-putusnya.
2. Kesibukan yang tidak pernah jelas akhirnya.
3. Kebutuhan yang tidak pernah merasa terpenuhi.
4. Khayalan yang tidak berujung wujudnya.
[Hadits Riwayat Muslim]
Note :
"Keberkahan waktu yaitu bisa melakukan banyak amal kebaikan dalam waktu sedikit

Selasa, 23 Juni 2015

Keutamaan Berdzikir Ketika Keluar Rumah









Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah ï·º bersabda : Jika seseorang keluar rumah lalu membaca bismillahi tawakkaltu ‘alallahi la haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepadaNya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolonganNya), maka malaikat akan berkata kepadanya: (Sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan), sehingga setan-setan pun menjauhinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya, “Bagaimana (mungkin) kamu bisa (menyesatkan) seseorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh allah) {HR Abu Dawud 5095, Tirmidzi 3426, Ibn Hibban 822}

Hadist yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang mengucapkan zikir ini ketika keluar rumah, dan bahwa ini merupakan sebab dia diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga oleh Allah ï·»
Faidah penting dari hadist ini adalah:
·      Keutamaan yang disebutkan dalam hadist ini akan diberikan kepada orang yang mengucapkan dzikir ini dengan benar-benar merealisasikan konsekuensinya, yakni berserah diri dan bersandar sepenuhnya kepada Allah ï·»
·      Setan tidak memiliki kemampuan untuk menyesatkan orang-orang yang benar-benar beriman dan bersandar sepenuhnya kepada Allah ï·», sebagaimana dalam firmanNya: “Sesungguhnya syaithan itu tidak memiliki kekuasaan (untuk mencelakakan) orang-orang yang beriman dan bertawakkal (berserah diri) kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaan syaithan hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah (An Nahl 99-100)
·      Bertawakkal (berserah diri dan bersandar sepenuhnya) kepada Allah ï·» merupakan sebab utama untuk mendapatkan petunjuk dan perlindungan Allah

Sumber:  Majalah As-Sunnah edisi 01/Jumadil Akhir 1432H/Mei 2011



Sabtu, 20 Juni 2015

Al Ghuroba

Nasihat Indah Syaikh Al-Albani
⭐ Syaikh Al-Albani rahimahullaahu ta'aala berkata :
🔘"Jika anda berbicara tentang TAUHID, maka pelaku kesyirikan akan mencampakkanmu.
🔘Jika anda berbicara tentang SUNNAH, maka pelaku bid'ah akan mencampakkanmu.
🔘Jika anda berbicara tentang DALIL, maka orang-orang yang fanatik madzhab dan orang-orang sufi akan mencampakkanmu.
🔘Jika anda berbicara tentang WAJIBNYA TAAT KEPADA PEMIMPIN, MENASEHATI, DAN MENDOAKAN KEBAIKAN UNTUK MEREKA, maka orang-orang hizbi dan khawarij akan mencampakkanmu.
🔘Jika anda berbicara tentang ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEHIDUPAN, maka orang-orang oreantalis dan liberal dan yang semisal dengan mereka yang memisahkan agama dari kehidupan akan mencampakkanmu.
📌 Sungguh ini sebuah keterasingan..
📌 Mereka memerangi kita dengan berbagai macam sarana..
📌 Mereka menyerang kita dengan media cetak dan elektronik, sampai-sampai keluarga dan sahabatpun memerangi orang yang asing ini yang berpegang kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
📌 Meskipun demikian, kami berbahagia dengan keterasingan ini dan berbangga dengannya, karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memuji mereka orang-orang yang asing, sebagaimana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
🔘"Sesungguhnya islam datang dengan keadaan keterasingan, dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang asing."
Beliau ditanya, "Siapakah orang-orang yang asing tersebut wahai Rasulullah?", maka beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki (keadaan) di tengah-tengah rusaknya manusia."
📔((Silsilah Al-Aahadits Ash-Shahiihah, no. 1273))

Ibuku Sayaang



Kepada yg tercinta, bundaku yg kusayang
Segala puji bagi Allah… yg telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga.
Shalawat serta salam hamba -yg lemah ini- panjatkan keharibaan Nabi yg mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Amin…
Ibu…
Aku terima suratmu yg engkau tulis dg tetesan air mata dan duka… aku telah membaca semuanya… tidak ada satu huruf pun yg aku sisakan.
Tapi tahukah engkau, wahai Ibu… bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya’… Semenjak sholat isya’… aku duduk di pintu kamar, aku buka surat yg engkau tuliskan untukku… dan aku baru selesaikan membacanya setelah ayam berkokok… setelah fajar terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan…
Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut, jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah… Jika engkau letakkan di atas daun yg hijau, tentu dia akan kering…
Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam… Sebenarnya, wahai ibu, suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan, yg jika dipecutkan ke pohon yg besar, dia akan rebah dan terbakar…
Suratmu wahai ibu, bagaikan awan Kaum Tsamud, yg datang berarak dan telah siap dimuntahkan kepadaku…



Ibu…
Aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti!! Bagaimana tidak… Jika surat itu ditulis oleh seorang yg bukan ibu dan bukan ditujukan pula kepadaku, layaklah orang yg paling bebal, untuk menangis sejadi-jadinya… Bagaimana kiranya, jika yg menulis itu adalah ibuku sendiri… dan surat itu ditujukan untukku sendiri…
Sungguh aku sering membaca kisah sedih, tidak terasa bantal yg dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata… Bagaimana pula dg surat yg ibu tulis itu!? bukan cerita yg ibu karang, atau sebuah drama yg ibu perankan, akan tetapi dia adalah kenyataan hidup yg ibu rasakan.
Ibuku yg kusayangi…
Sungguh berat cobaanmu… sungguh malang penderitaanmu… semua yg engkau telah sebutkan benar adanya…
Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja, jadilah engkau mencari apa yg dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan.
Dg jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yg engkau ambil tersebut adalah hutang… hutang… yg engkau sendiri tidak tahu, kapan engkau akan dapat melunasinya…
Ibu…
Aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yg telah lama engkau jemur dan keringkan…
Tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dg segera.
Aku masih ingat… engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yg sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.
Ibu…
maafkanlah anakmu ini… aku tahu bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana yg diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan.
Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dg anak-anakmu… Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia, kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu, tidak ada kebahagiaan… Semua hidupmu adalah perjuangan. Semua hari-harimu adalah pengorbanan
Ibu…
Maafkan anakmu ini! Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yg telah engkau puji sifat dan akhlaknya… yg engkau telah sanjung pula suku dan negerinya! Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa deganmu…
Wahai ibu…
Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku… senyuman dan sapaannya telah melupakanku dg himbauanmu.
Ibu… aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena kewajibannya untuk menunaikan tanggung-jawabnya sebagai istri… Aku berharap pada permasalahan ini, engkau tidak membawa-bawa namanya, dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya… Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yg baik, istri yg telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya… Istri yg selalu menyuruh untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ibu…
Ketika seorang laki-laki menikah dg seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Maafkan aku ibu…
Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku, anakmu ini… Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yg aku alami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah, tidak satu atap lagi…
Ibu…
Perkawinanku membuatku masuk ke alam dunia baru… dunia yg selama ini tidak pernah aku kenal… dunia yg hanya ada aku, istri dan anak-anakku… Bagaimana tidak, istri yg baik, anak-anak yg lucu-lucu! Maafkan aku Ibu… Maafkan aku anakmu… aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dg keadaan orang yg penting bagiku… yg penting bagiku adalah keadaan mereka: anak-anak dan istriku…
Ibu…
Maafkan aku, anakmu… Ampunkan aku, anakmu… Aku telah lalai… aku telah alpa… aku telah lupa… aku telah menyia-nyiakanmu…
Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, akan tetapi anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya… Oleh sebab itu, dilarang mencintai anak secara berlebihan, sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya… Itulah yg terjadi pada diriku, wahai Ibu!!
Aku pasti akan gila ketika melihat anakku sakit… Aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare… Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu wahai ibu… Itu sulit aku rasakan, jika seandainya hal itu terjadi pada ibu, dan pada ayah…
Ibu…
Sulit aku merasakan perasaanmu…
Kalaulah bukan karena bimbingan agama yg telah engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yg durhaka kepada orang tuanya!!
Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.
Setelah suratmu datang, baru aku mengerti… Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat, yg engkau hadapi selama ini.
Sekarang baru aku mengerti, wahai ibu… bahwa hari yg sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anak laki-lakinya telah menikah dg seorang wanita… wanita yg telah mendapat keberuntungan…
Bagaimana tidak… Dia dapatkan seorang laki-laki yg telah matang pribadinya dan matang ekonominya, dari seorang ibu yg telah letih membesarkannya… Dari hidup ibu itulah ia dapatkan kematangan jiwa, dan dari uang ibu itu pulalah ia dapatkan kematangan ekonomi… Sekarang, -dg ikhlas- ia berikan kepada seorang wanita yg tidak ada hubungan denganya, kecuali hubungan dua wanita yg saling berebut perhatian seorang laik-laki… Dia sebagai anak dari ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.
Ibuku sayang…
Maafkan aku… Ampunkan diriku… Satu tetesan air matamu adalah lautan api neraka bagiku… Janganlah engkau menangis lagi, janganlah engkau berduka lagi!… Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka!! Aku takut Ibu…
Kalau itu pula yg akan kuperoleh… kalau neraka pula yg akan aku dapatkan… ijinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, hanya demi untuk dapat menyeka air matamu…
Kalau engkau masih akan murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yg aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau… terserah engkau, mau engkau buat apa…
Sungguh ibu, dari hati aku katakan, aku tidak mau masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan Firaun… kekayaan Karun… dan keahlian Haman… Niscaya aku tidak akan tukar dg kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat… Siapa pula yg tahan dg azab neraka, wahai Bunda… maafkan aku anakmu, wahai ibu!!
Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit… bahwa engkau belum mau berdoa kepada Alloh akan kedurhakaanku… Maka, ampun, wahai Ibu!!
Kalaulah itu yg terjadi… dan do’a itu tersampaikan ke langit! Salah pula ucapan lisanmu!! Apalah jadinya nanti diriku… Apalah jadinya nanti diriku… Tentu aku akan menjadi tunggul yg tumbang disambar petir… apalah gunanya kemegahan, sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yg tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula…
Kalaulah do’amu terucap atasku, wahai bunda… maka, tidak ada lagi gunanya hidup… tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan…
Ibu dalam sepanjang sejarah anak manusia yg kubaca, tidak ada yg bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akherat, tentu ia lebih sengsara…
Ibu…
Setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku.
Ibu… Suratmu akan kujadikan “jimat” dalam hidupku… setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali… tiap kali aku lengah darimu akan kutalqinkan diriku dengannya… Akan kusimpan dalam lubuk hatiku, sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku… Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku, bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai di dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran… ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yg seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.
Bunda…
Tua… engkau berbicara tentang tua, wahai bunda…?! siapa yg tidak mengalami ketuaan, wahai ibu!!
Burung elang yg terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yg tinggi… suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar, dan diperebutkan oleh burung-burung kecil.
Singa, si raja hutan yg selalu memangsa, jika telah tiba tua, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan… Tidak ada kekuasaan yg kekal, tidak ada kekayaan yg abadi, yg tersisa hanya amal baik atau amal buruk yg akan dipertanggungjawabkan.
Ibu…
Do’akan anakmu ini, agar menjadi anak yg berbakti kepadamu, di masa banyak anak yg durhaka kepada orang tuanya… Angkatlah ke langit munajatmu untukku, agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.
Ibu…
sesampainya suratku ini, insya Allah tidak akan ada lagi air mata yg jatuh karena ulah anakmu… setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu…
bahagiamu adalah bahagiaku… kesedihanmu adalah kesedihanku… senyumanmu adalah senyumanku… tangismu adalah tangisku…
Aku berjanji, untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya, dan aku berharap agar aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip… maka bahagiakanlah dirimu… buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum… Ini kami… aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu.
Salam hangat dari anakmu yg durhaka…
Sumber:  Addaryny.wordpres.com