Dakwah tauhid merupakan dakwah yang harus diutamakan oleh segenap para da’i karena ia adalah pondasi segala kebaikan. Karena dakwah tauhid adalah inti dakwah para Rasul dari mulai Nuh alaihis salam hingga Muhammad ﷺ. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman:
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah saja dan jauhilah taghut” (An Nahl 36)
Dakwah tauhid adalah dakwah
Allah dan RasulNya lewat Kitab dan Sunnah, sedangkan dakwah selainnya merupakan
buah pikiran manusia. Cukuplah keutamaan dakwah tauhid bahwa ia sebagai rukun
Islam yang pertama dan kunci kebahagiaan dunia dan akhirat, ketika manusia
lahir di dunia diajari kalimat tauhid supaya beribadah kepada Allah ﷻ tanpa sekutu bagiNya dan disaat sakaratul maut di talqini
kalimat tauhid agar dia mati dalam keadaan pasrah kepada Allah ﷻ dan beruntung dengan surga
Tauhid Adalah Poros
Perbaikan Umat
Dakwah perbaikan ummat
manusia yang diserukan oleh para Rasul itu adalah dakwah tauhid, memerangi
syirik. Karena kesyirikan adalah suatu kemungkaran dan kezhaliman yang paling
besar di permukaan bumi ini. Dan tauhid yang diserukan oleh para Nabi dan Rasul
adalah tauhid uluhiyah.
Sedangkan tauhid rububiyah
pada zaman Nabi ﷺ masyarakat kafir
quraisy sudah meyakininya sebagaimana Allah ﷻ berfirman:
“Katakanlah:
siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi atau siapakah yang
kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan
siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka
katakanlah: mengapa kamu tidak bertaqwa (kepadaNya)” {Yunus 31}
Makna dari ayat tersebut
bahwa kaum musyrikin pada zaman Nabi ﷺ mengakui/mengimani tauhid rububiyah, tetapi hal ini belum dapat
memasukkan mereka dalam jenis tauhid yang menjadi tujuan dakwah para Rasul
Dakwah tauhid bukanlah
dakwah global yang hanya menyeru kepada manusia “Ayo Bertauhid”, akan
tetapi dakwah yang mulia ini memperinci mana yang tauhid dan mana yang syirik.
Maka dengan demikian wajib atas setiap muslim untuk mempelajari tauhid serta
mempelajari apa itu syirik agar tidak terjerumus dalam kesyirikan. Karena Allah
ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” {An Nisa
48}
Syubhat & Bantahan
Dakwah ini membutuhkan
waktu yang panjang dan lama untuk memetik hasilnya, tapi justru hal itulah yang
dituntunkan oleh syariat Islam. Kita tidak akan ditanya oleh Allah ﷻ tentang berapa jumlah pengikut yang berhasil kita rekrut ? Tetapi
yang akan ditanya adalah: Sudahkah kita menyampaikan kepada manusia sebagaimana
yang diperintahkan. Lihatlah dakwah nabi Nuh selama 950 tahun, apakah beliau
memulai dakwahnya dari politik atau dari manajemen qolbu, beliau hanya memulai
dengan tauhid dan tauhid saja
Sebagian manusia menyangka
bahwa dakwah tauhid hanya ditujukan kepada orang yang masih kafir saja mereka
beranggapan bahwa kaum muslimin sudah bertauhid secara murni. Yang beranggapan
seperti ini adalah tidak paham fakta atau dia tidak paham makna tauhid yang
sebenarnya.
Kitab-kitab aqidah seperti Aqidah
Thohawiyah dan selainnya yang ditulis oleh para ulama untuk disampaikan kepada
kaum muslimin, ini menunjukkan fakta betapa rusaknya aqidah kaum muslimin baik
perkataan maupun perbuatan, lalu bagaimana mungkin seorang da’i menuntut kaum
muslimin untuk memperbaiki politik dan meninggalkan korupsi serta lainnya
sementara tidak menuntut untuk memperbaiki aqidah serta meninggalkan syirik.
Apa faedah seruan perbaikan
politik dan kejayaan Islam jika pelakunya yang diajak belumlah selamat dari
kesyirikan. Apa arti politik dan kejayaan Islam ditangan kaum Jahmiyyah,
Rafidhoh dan Quburiyyun. Apa faedah dari daulah Mu’tazilah di zaman Imam Ahmad
atau daulah syi’ah Iran pada masa ini.
Orang yang mendakwahkan
selain dakwah tauhid bagaikan orang yang mengharap buah tanpa menanam, atau
ingin mendapat buah tanpa memanjat pohon atau menjulurkan tangan untuk
mengambilnya. Maka buah hanyalah di alam khayal atau jika buah itu diperoleh
dengan cara lain seperti dilempar maka buah tersebut akan cacat atau tidak
utuh. Kenapa kita merasa cukup dengan buah yang cacat, padahal kita mampu untuk
mendapatkan buah secara sempurna dengan cara yang mudah dan benar. Oleh karena
itu, lebih baik lambat sekalipun terkadang tidak mendapatkan buah tetapi
menempuh jalan yang benar, daripada cepat dan mendapat buah sekalipun tidak
utuh tetapi menempuh jalan yang salah.
Sebagian da’i sekarang
melihat kepada buah dan hasil yang diperoleh tanpa melihat jalan yang ditempuh,
inilah kesalahan fatal dalam berdakwah. Menganggap bahwa jika politik baik maka
Islam akan baik sehingga lebih mengutamakannya ketimbang dakwah tauhid. Dari
sinilah timbul kerusakan-kerusakan dalam berdakwah.
Yang harus kita pahami
ialah bahwa Allah ﷻ membebani kita
untuk mencocoki jalan yang Allah ﷻ telah gariskan, bukan buah yang akan diperoleh. Apabila seorang
da’i benar dalam meniti jalan dakwahnya walaupun tidak ada yang mengikutinya
sebagaimana ada diantara para Nabi yang tidak memiliki pengikut. Cukuplah
sebagai hasil dakwahnya bahwa dia telah beruntung dengan meniti jalan yang Allah
ﷻ tetapkan.
Semoga allah memberi taufiq
kepada kita dan kepada segenap kaum Muslimin
Wallahu a’lam
Sumber
: Fiqih Dakwah Para Nabi
Kasyfus Syubhat
Majalah Al Furqon no 130
Abu Jeehan
Pekanbaru, 23 Syawwal 1436H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar