Sejak awal
abad 20 Masehi, Hadist Nabi ﷺ telah menghadapi
berbagai macam hujatan, celaan dan kritikan dari kaum orientalis. Mereka menebarkan
bermacam syubhat tentang Hadist dengan tujuan menjauhkan kaum Muslimin dari
Islam dan menanamkan bermacam keraguan dalam diri kaum Muslimin. Mereka diikuti
oleh para neo orientalis dan kaum munafik yang membeo kepada mereka. Mereka
rela menjual aqidah dan prinsip agama mereka kepada non Islam untuk
menghancurkan Islam dari dalam.
Diantara
tokoh sentral orientalis di barisan terdepan dalam menghujat Islam dan
mengkritisi Hadist adalah Ignaz Goldziher (1850-1921) seoorang Yahudi
yang menulis kitab “al Aqidah wasy syariah fil Islam” dan Joseph
Schacht (1902-1969) seorang Nasrani yang berasal dari Inggris, penulis
kitab “Ushul al fiqh al Muhammadi”. Karya tulis mereka inilah yang
dijadikan sebagai rujukan dan referensi utama oleh dunia barat dalam mengkaji
Islam terkhusus di kalangan orientalis yang datang setelah mereka dan pengikut
mereka yang berasal dari dunia timur yang mempelajari Islam di dunia barat,
atau yang terkontaminasi dengan pemikiran mereka dalam mengkaji Hadist dan fiqh
Islam.
Berikut kami
akan sebutkan sebagian syubhat kaum orientalis tentang Hadist dan bantahan
Ulama Islam terhadapnya.
SYUBHAT
PERTAMA
Larangan
Nabi ﷺ Dari Menulis
Hadist
Para
orientalis dan para pengikut mereka mengatakan bahwa seandainya Hadist tersebut
sebagai hujjah atau dalil tentu Nabi ﷺ memerintahkan untuk menulisnya, dan para shahabat dan
tabi’in yang datang sepeninggal Beliau ﷺ tentu akan melakukan hal itu, sehingga dengan demikian
bisa dipastikan validitas atau kebenarannya sebagimana Al Qur’an. Namun kenyataannya,
Nabi ﷺ melarang penulisan
Hadist dan memerintahkan untuk menghapus apa yang pernah ditulis, begitu juga
para shahabat dan tabi’in sepeninggal Beliauﷺ . Bukan hanya itu saja, bahkan sebagian mereka tidak mau
menyampaikan Hadist atau mengurangi atau menyedikitkan hal itu dan bahkan
sebagian yang lain melarang dari memperbanyak menyampaikan dan meriwayatkan Hadist
Mereka
menyebutkan dalam hal ini Hadist Muslim yang artinya “Janganlah kalian tulis
dariku selain Al Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu selain Al Qur’an maka
hendaklah ia hapus”
Para
orientalis mengatakan bahwa Hadist-hadist yang melarang menulis Hadist adalah
palsu, hadist tersebut hanya sebagai hasil proses perkembangan agama, politik
dan sosial yang muncul dalam Islam
BANTAHAN
Pernyataan
diatas adalah pendapat batil dan tidak benar, karena tidak berlandaskan penelitian
yang obyektif dan ilmiah. Pendapat itu hanya
berlandaskan hawa nafsu dan pemahaman yang salah serta rasa kebencian
yang mendalam kepada Islam dan kepada Sunnah secara khusus, berikut beberapa
argumentasi yang menjelaskan tentang kebatilannya:
Pertama: Tidak diragukan keshohihan Hadist Muslim tersebut. Namun, kaum orientalis
dan para pengikut mereka menutup mata dan meninggalkan hadist-hadist yang
memerintahkan para shahabat dan memotivasi mereka untuk menghafal hadist
kemudian menyampaikan dan meriwayatkannya. Pada waktu yang sama Rasulullah ﷺ memberikan ancaman keras terhadap
perkataan yang mengatasnamakan Beliau ﷺ
padahal dusta, sebagaimana yang terdapat dalam Hadist Shahih Muslim di Kitab
Muqaddimahnya:
حَدَّثَنِي
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ
الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ
لَيَمْنَعُنِي أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Telah
menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ismail
-yaitu Ibnu 'Ulayyah- dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik
bahwasanya dia berkata, 'Sesungguhnya sesuatu yang menghalangiku untuk
menceritakan hadits yang banyak kepada kalian adalah, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang sengaja
melakukan kedustaan atas namaku, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya
dari neraka'."
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نَضَّرَ
اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ
حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
Dari
Zaid bin Tsabit, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Allah
akan membaguskan akhlak seseorang yang mendengar hadits dari kami kemudian dia
menghafalnya lalu menyampaikanya kepada orang lain. Berapa banyak orang yang
menyampaikan ilmu (hadits) kepada orang yang lebih pandai darinya dan berapa
banyak orang yang menyampaikan ilmu (hadits) tapi ia tidak memahaminya"
{HR Abu Dawud 3660}
Dan
hadist-hadist lain yang semakna agar memerintahkan menghafal Hadist dan
menyampaikannya serta perintah untuk berhati-hati dalam menisbatkan Hadist yang
palsu atau tidak ada asal-usulnya kepada Rasulullah ﷺ
Hal ini
menjelaskan kepada kita akan pentingnya makna Sunnah dalam Islam, bahwa ia
adalah hujjah dan sumber hukum dalam segala perkara agama, bukan hasil proses
perkembangan ideologi, politik dan sosial yang dialami oleh kaum Muslimin,
sebagaimana yang dikatakan oleh para orientalis dan kaum “Islam Nusantara” di
Indonesia ini.
Kedua: Terdapat Hadist-Hadist shohih yang memerintahkan dan mengizinkan untuk
menulis Hadist, sebagaimana dalam hadist berikut:
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ
وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ
عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
Dari
Abdullah bin Amru, dia berkata: Sesungguhnya aku telah menulis segala sesuatu
yang aku dengar dari Rasulullah untuk kemudian aku hafal. Namun banyak dari
kaum Quraisy yang melarangku, mereka berkata, "Apakah kamu akan menulis
segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah SAW, sedangkan beliau sendiri
adalah manusia biasa yang bisa saja berbicara dalam keadaan senang dan
marah?" Sehingga aku berhenti menulisnya! Lalu hal tersebut aku adukan
kepada Rasulullah, beliau kemudian memberikan isyarat dengan jarinya yang
menunjuk ke mulut beliau, beliau berkata, "Tulislah, demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut ini) kecuali
kebenaran." {HR Abu Dawud no 3646, As Shahihah no 1532}
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ
أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ
يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ
أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ
Telah
menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada
kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepada kami 'Amru berkata, telah mengabarkan
kepadaku Wahhab bin Munabbih dari saudaranya berkata, aku mendengar Abu
Hurairah berkata, Tidaklah ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali 'Abdullah bin
'Amru. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak. Ma'mar juga meriwayatkan dari
Hammam dari Abu Hurairah {HR Bukhori di Kitab Al Ilmu}
Dari kedua Hadist
diatas, kenapa kaum orientalis serta
pengikutnya senantiasa mengatakan bersikap obyektif dan ilmiah, kenapa mereka
menutup mata dan tidak menukil hadist-hadist dan perkataan para shahabat dan
tabi’in yang mengizinkan dan memerintahkan untuk menulis dan meriwayatkan
hadist, mana sikap obyektif dan ilmiah mereka, atau mereka hanya bersikap
obyektif bila perkara tersebut sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Ketiga: Adapun perkataan kaum orientalis bahwa “larangan tersebut menjelaskan
bahwa hadist bukanlah hujjah” ini adalah kebatilan yang nyata, sebab para ulama
telah menjeaskan bahwa larangan tersebut bukanlah larangan secara mutlak, akan
tetapi karena beberpa faktor, diantaranya:
·
Larangan
tersebut khusus tentang penulisan hadist bersama al Qur’an dalam satu lembaran,
karena dikhawatirkan akan terjadi percampurbauran antara Qur’an dan Hadist
tanpa ada beda antara keduanya
·
Larangan tersebut
khusus diwaktu turunnya Al Qur’an, karena dikhawatirkan akan tercampur Al
Qur’an dengan selainnya, sedangkan izin menulis adalah diwaktu selain itu
·
Sebab
larangan tersebut, karena kekhawatiran akan menyibukkan kaum Muslimin dari
memperhatikan Qur’an dan lebih mengutamakan Hadist, sehingga akan menyebabkan
ditinggalkannya Qur’an dan diabaikan
·
Larangan
tersebut disebabkan kekhawatiran muculnya sikap mengandalkan tulisan saja
sehingga meninggalkan hafalan.
Dari
penjelasan para Ulama, jelaslah kebatilan kaum orientalis beserta para pengikutnya,
bahwa faktor yang menyebabkan larangan penulisan Hadist adalah Nabi ﷺ dan para shahabat tidak ingin ada kitab
lain bersama Al Qur’an, dan tidak menghendaki Hadist menjadi landasan agama
seperti Al Qur’an.
Sumber:
Majalah As-Sunnah Edisi Rabi’ul Awwal 1433H
Pekanbaru,
03 Dzulhijjah 1436H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar