Kamis, 17 September 2015

Menyingkap Syubhat Orientalis Tentang Hadist (1)











Sejak awal abad 20 Masehi, Hadist Nabi telah menghadapi berbagai macam hujatan, celaan dan kritikan dari kaum orientalis. Mereka menebarkan bermacam syubhat tentang Hadist dengan tujuan menjauhkan kaum Muslimin dari Islam dan menanamkan bermacam keraguan dalam diri kaum Muslimin. Mereka diikuti oleh para neo orientalis dan kaum munafik yang membeo kepada mereka. Mereka rela menjual aqidah dan prinsip agama mereka kepada non Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam.

Diantara tokoh sentral orientalis di barisan terdepan dalam menghujat Islam dan mengkritisi Hadist adalah Ignaz Goldziher (1850-1921) seoorang Yahudi yang menulis kitab “al Aqidah wasy syariah fil Islam” dan Joseph Schacht (1902-1969) seorang Nasrani yang berasal dari Inggris, penulis kitab “Ushul al fiqh al Muhammadi”. Karya tulis mereka inilah yang dijadikan sebagai rujukan dan referensi utama oleh dunia barat dalam mengkaji Islam terkhusus di kalangan orientalis yang datang setelah mereka dan pengikut mereka yang berasal dari dunia timur yang mempelajari Islam di dunia barat, atau yang terkontaminasi dengan pemikiran mereka dalam mengkaji Hadist dan fiqh Islam.

Berikut kami akan sebutkan sebagian syubhat kaum orientalis tentang Hadist dan bantahan Ulama Islam terhadapnya.

SYUBHAT PERTAMA

Larangan Nabi Dari Menulis Hadist

Para orientalis dan para pengikut mereka mengatakan bahwa seandainya Hadist tersebut sebagai hujjah atau dalil tentu Nabi memerintahkan untuk menulisnya, dan para shahabat dan tabi’in yang datang sepeninggal Beliau tentu akan melakukan hal itu, sehingga dengan demikian bisa dipastikan validitas atau kebenarannya sebagimana Al Qur’an. Namun kenyataannya, Nabi melarang penulisan Hadist dan memerintahkan untuk menghapus apa yang pernah ditulis, begitu juga para shahabat dan tabi’in sepeninggal Beliau . Bukan hanya itu saja, bahkan sebagian mereka tidak mau menyampaikan Hadist atau mengurangi atau menyedikitkan hal itu dan bahkan sebagian yang lain melarang dari memperbanyak menyampaikan dan meriwayatkan Hadist
Mereka menyebutkan dalam hal ini Hadist Muslim yang artinya “Janganlah kalian tulis dariku selain Al Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu selain Al Qur’an maka hendaklah ia hapus”

Para orientalis mengatakan bahwa Hadist-hadist yang melarang menulis Hadist adalah palsu, hadist tersebut hanya sebagai hasil proses perkembangan agama, politik dan sosial yang muncul dalam Islam

BANTAHAN

Pernyataan diatas adalah pendapat batil dan tidak benar, karena tidak berlandaskan penelitian yang obyektif dan ilmiah. Pendapat itu hanya  berlandaskan hawa nafsu dan pemahaman yang salah serta rasa kebencian yang mendalam kepada Islam dan kepada Sunnah secara khusus, berikut beberapa argumentasi yang menjelaskan tentang kebatilannya:

Pertama: Tidak diragukan keshohihan Hadist Muslim tersebut. Namun, kaum orientalis dan para pengikut mereka menutup mata dan meninggalkan hadist-hadist yang memerintahkan para shahabat dan memotivasi mereka untuk menghafal hadist kemudian menyampaikan dan meriwayatkannya. Pada waktu yang sama Rasulullah memberikan ancaman keras terhadap perkataan yang mengatasnamakan Beliau padahal dusta, sebagaimana yang terdapat dalam Hadist Shahih Muslim di Kitab Muqaddimahnya:
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ لَيَمْنَعُنِي أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ismail -yaitu Ibnu 'Ulayyah- dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik bahwasanya dia berkata, 'Sesungguhnya sesuatu yang menghalangiku untuk menceritakan hadits yang banyak kepada kalian adalah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang sengaja melakukan kedustaan atas namaku, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka'."

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ

Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Allah akan membaguskan akhlak seseorang yang mendengar hadits dari kami kemudian dia menghafalnya lalu menyampaikanya kepada orang lain. Berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu (hadits) kepada orang yang lebih pandai darinya dan berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu (hadits) tapi ia tidak memahaminya" {HR Abu Dawud 3660}

Dan hadist-hadist lain yang semakna agar memerintahkan menghafal Hadist dan menyampaikannya serta perintah untuk berhati-hati dalam menisbatkan Hadist yang palsu atau tidak ada asal-usulnya kepada Rasulullah 

Hal ini menjelaskan kepada kita akan pentingnya makna Sunnah dalam Islam, bahwa ia adalah hujjah dan sumber hukum dalam segala perkara agama, bukan hasil proses perkembangan ideologi, politik dan sosial yang dialami oleh kaum Muslimin, sebagaimana yang dikatakan oleh para orientalis dan kaum “Islam Nusantara” di Indonesia ini.

Kedua: Terdapat Hadist-Hadist shohih yang memerintahkan dan mengizinkan untuk menulis Hadist, sebagaimana dalam hadist berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ

Dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Sesungguhnya aku telah menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah untuk kemudian aku hafal. Namun banyak dari kaum Quraisy yang melarangku, mereka berkata, "Apakah kamu akan menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah SAW, sedangkan beliau sendiri adalah manusia biasa yang bisa saja berbicara dalam keadaan senang dan marah?" Sehingga aku berhenti menulisnya! Lalu hal tersebut aku adukan kepada Rasulullah, beliau kemudian memberikan isyarat dengan jarinya yang menunjuk ke mulut beliau, beliau berkata, "Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut ini) kecuali kebenaran." {HR Abu Dawud no 3646, As Shahihah no 1532}

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepada kami 'Amru berkata, telah mengabarkan kepadaku Wahhab bin Munabbih dari saudaranya berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, Tidaklah ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali 'Abdullah bin 'Amru. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak. Ma'mar juga meriwayatkan dari Hammam dari Abu Hurairah {HR Bukhori di Kitab Al Ilmu}

Dari kedua Hadist diatas, kenapa kaum orientalis  serta pengikutnya senantiasa mengatakan bersikap obyektif dan ilmiah, kenapa mereka menutup mata dan tidak menukil hadist-hadist dan perkataan para shahabat dan tabi’in yang mengizinkan dan memerintahkan untuk menulis dan meriwayatkan hadist, mana sikap obyektif dan ilmiah mereka, atau mereka hanya bersikap obyektif bila perkara tersebut sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Ketiga: Adapun perkataan kaum orientalis bahwa “larangan tersebut menjelaskan bahwa hadist bukanlah hujjah” ini adalah kebatilan yang nyata, sebab para ulama telah menjeaskan bahwa larangan tersebut bukanlah larangan secara mutlak, akan tetapi karena beberpa faktor, diantaranya:
·         Larangan tersebut khusus tentang penulisan hadist bersama al Qur’an dalam satu lembaran, karena dikhawatirkan akan terjadi percampurbauran antara Qur’an dan Hadist tanpa ada beda antara keduanya
·         Larangan tersebut khusus diwaktu turunnya Al Qur’an, karena dikhawatirkan akan tercampur Al Qur’an dengan selainnya, sedangkan izin menulis adalah diwaktu selain itu
·         Sebab larangan tersebut, karena kekhawatiran akan menyibukkan kaum Muslimin dari memperhatikan Qur’an dan lebih mengutamakan Hadist, sehingga akan menyebabkan ditinggalkannya Qur’an dan diabaikan
·         Larangan tersebut disebabkan kekhawatiran muculnya sikap mengandalkan tulisan saja sehingga meninggalkan hafalan.

Dari penjelasan para Ulama, jelaslah kebatilan kaum orientalis beserta para pengikutnya, bahwa faktor yang menyebabkan larangan penulisan Hadist adalah Nabi dan para shahabat tidak ingin ada kitab lain bersama Al Qur’an, dan tidak menghendaki Hadist menjadi landasan agama seperti Al Qur’an.



Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi Rabi’ul Awwal 1433H

Pekanbaru, 03 Dzulhijjah 1436H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar