SYUBHAT KEDUA
Keterlambatan
Penulisan Hadist
Kaum orientalis
dan para pengikutnya mengatakan: Penulisan Hadist baru dilakukan diawal abad
kedua Hijriyah, karena yang pertama kali memerintahkan untuk mengodifkasikan
Hadist adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menjabat sebagai khalifah pada
tahun 99H dan meninggal 101H.
Bahkan Ignaz
Goldziher mengatakan: Sesungguhnya bagian terbesar dari Hadist tiada lain
kecuali hasil proses perkembangan religi, politik dan sosial yang muncul pada
abad pertama dan kedua, dan sesungguhnya tidak benar apa yang dikatakan bahwa
hadist adalah dokumnetasi Islam pada masa awal kelahirannya, akan tetapi ia
adalah peninggalan dari usaha Islam di zaman kematangan atau keemasannya.
Perkataan
Goldziher inilah yang dijadikan landasan oleh seluruh orientalis yang datang
sepeninggalnya, terkhusus Joseph Schacht dan neo orientalis dalam keilmuan dan
penelitian mereka tentang Islam
Dalam hal
ini mereka berdalil dengan atsar yang dinukil oleh Imam Bukhori dalam Jami’nya:
“Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm, Perhatikanlah
Hadist Rasulullah lalu tulislah (kodifikasikanlah), sesungguhnya saya khawatir
hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama, dan janganlah kamu terima kecuali
Hadist Rosulullah, dan hendaklah kalian tebarkan ilmu, dan hendaklah kalian
duduk di majelis ilmu agar orang yang tidak tahu menjadi tahu, maka
sesungguhnya ilmu tidak akan binasa kecuali bila dirahasiakan (tidak
disebarkan)
BANTAHAN
Apa yang
dikatakan para orientalis tentang keterlambatan penulisan Hadist adalah tidak
benar. Hal itu disebabkan oleh kejahilan mereka tentang sejarah penulisan
Hadist dan pengodifikasiannya serta perkembangannya, dan jauhnya mereka dari
sikap ilmiah dan obyektif dalam hal ini, kebatilan tersebut ditinjau dari
beberapa sisi:
Pertama: Bahwa mereka tidak memahami hakekat al kitabah yaitu:
penulisan, at tadwin yakni pengodifikasian dan at tashnif
yaitu penyusunan, mereka mencampuradukkan antara ketiga hakekat diatas.
Al kitabah bukanlah at tadwin dan at tadwin bukanlah at tashnif.
Al kitabah adalah hanya sekedar penulisan sesuatu tanpa perhatian untuk
mengumpulkan lembaran-lembaran yang ditulis dalam sebuah kitab, adapun at
tadwin adalah tahapan yang datang setelah penulisan, yaitu pengodifikasian
lembaran-lembaran yang telah ditulis dalam sebuah kitab. Adapun at tashnif
(penyusunan) lebih khusus dari pengodifikasian, karena ia adalah penyusunan
hadist-hadist yang telah ditulis dalam lembaran yang telah dikodifikasikan
dalam fasal-fasal tertentu dan bab-bab yang terpisah.
Berdasarkan
hal ini maka perkataan para ulama bahwa awal tadwin (pengodifikasian) hadist
adalah pada akhir abad pertama, bukan berarti
bahwa hadist tidak ditulis selama masa itu. Namun maksudnya adalah bahwa
Hadist telah ditulis dalam lembaran-lembaran yang terpisah dan belum sampai
pada tahapan pengodifikasian (pengumpulan) dalam kitab khusus
Inilah yang
tidak dipahami oleh kaum orientalis dan para pengikutnya. Mereka memahami bahwa
penulisan sama dengan pengodifikasian. Dari sini jelaslah kekeliruan orang yang
memahami perkataan “Orang yang pertama sekali mentadwin Hadist adalah Ibn
Syihab az Zuhri” dengan orang yang pertama sekali menulis hadist
adalah Imam Az Zuhri. Ini jelas kekeliruan yang nyata, karena penulisan
bukan pengumpulan atau pengodifikasian.
Jadi
perkataan diatas harus dipahami dan diterjemahkan dengan benar, yaitu orang
yang pertama sekali mengodifikasikan lembaran-lembaran hadist yang telah
ditulis dan menyusunnya adalah Imam Az Zuhri.
Barang siapa
yang memperhatikan perkataan para Ulama dalam perkara ini maka akan jelas
baginya bahwa maksud mereka adalah pengodifikasian bukan penulisan, seperti
perkataan Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab beliau yang masyhur yakni Fathul
baari: “Orang yang pertama kali mentadwin (mengodifikasikan) hadist adalah
Ibn Syihab az Zuhri pada awal tahun 100 (awal abad kedua hijriyah) berdasarkan
perintah Umar Ibn Abdulaziz, kemudian setelah itu bertambah banyak
mengodifikasian kemudian penyusunan, dan dengan demikian terwujudlah kebaikan
yang banyak”
Kedua: Bahwa khalifah Umar Ibn Abdulaziz tatkala memerintahkan untuk
mengodifikasikan Hadist, bukan berarti beliau memulai dari sesuatu yang tidak
ada. Beliau telah berpegang kepada lembaran-lembaran Hadist yang telah ditulis
sebelumnya di zaman Rasul ﷺ yang telah tersebar
di seluruh penjuru dunia Islam tatkala itu. Ini adalah kenyataan ilmiah dan
bukti historis yang tidak bisa dipungkiri oleh orang-orang yang bersikap ilmiah
dan obyektif dalam penelitiannya.
Ketiga: Kenyataan diatas diperkuat oleh bukti sejarah yang otentik tentang
penulisan Sunnah dalam lembaran-lembaran yang terpisah yang ada pada zaman
shahabat, berikut beberapa contoh tentang hal ini:
Hadist
pertama
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ
أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ
يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ
أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ
هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah
menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepada kami 'Amru
berkata, telah mengabarkan kepadaku Wahhab bin Munabbih dari saudaranya
berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, Tidaklah ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali 'Abdullah bin
'Amru. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak. Ma'mar juga meriwayatkan dari Hammam dari Abu Hurairah {HR Bukhori}
Hadist
kedua
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ
وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ
عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
Dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Sesungguhnya aku telah menulis
segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah untuk kemudian aku hafal. Namun
banyak dari kaum Quraisy yang melarangku, mereka berkata, "Apakah kamu
akan menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah SAW, sedangkan
beliau sendiri adalah manusia biasa yang bisa saja berbicara dalam keadaan
senang dan marah?" Sehingga aku berhenti menulisnya! Lalu hal tersebut aku
adukan kepada Rasulullah, beliau kemudian memberikan isyarat dengan jarinya
yang menunjuk ke mulut beliau, beliau berkata, "Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada
di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut ini) kecuali
kebenaran." {HR Abu
Dawud no 3646, As Shahihah 1532}
Hadist
ketiga
أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا
فُتِحَتْ مَكَّةُ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ
الْخُطْبَةَ خُطْبَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَامَ
رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُو شَاهَ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ اكْتُبُوا لِي فَقَالَ اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهَ
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika Makkah telah dikuasai kaum
muslim, Rasulullah berdiri ... —kemudian perawi menyebutkan khutbah Rasulullah—
Dia berkata: Lalu ada seseorang —dari Yaman yang kenal dengan nama Abu Syah—
berdiri dan berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah
para sahabatmu untuk menuliskan (khutbah Rasulullah) untukku." Rasulullah
kemudian berkata, "Tuliskanlah
(khutbah) untuk Abu Syah ini." {HR Abu Dawud no 3649}
Itulah
sebagian dari lembaran-lembaran yang ditulis di zaman para shahabat yang memuat
Hadist-Hadist Rasulullah ﷺ, dan masih banyak di
lembaran-lembaran lain yang ditulis oleh para shahabat. Hal ini menjelaskan
kepada kita kebatilan pernyataan kaum orientalis bahwa Hadist baru ditulis
diawal abad kedua hijriyah.
Hal ini juga
menjelaskan kepada kita kebatilan perkataan kaum orientalis bahwa, Hadist
adalah hasil perkembangan ideologi atau pemikiran, politik dan sosial atau
budaya dalam kehidupan kaum Muslimin.
Sumber:
Majalah As-Sunnah Edisi Rabi’ul Awwal 1433H
Pekanbaru,
07 Dzulhijjah 1436H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar