Minggu, 20 September 2015

Menyingkap Syubhat Orientalis Tentang Hadist (2)







SYUBHAT KEDUA

Keterlambatan Penulisan Hadist

Kaum orientalis dan para pengikutnya mengatakan: Penulisan Hadist baru dilakukan diawal abad kedua Hijriyah, karena yang pertama kali memerintahkan untuk mengodifkasikan Hadist adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menjabat sebagai khalifah pada tahun 99H dan meninggal 101H.

Bahkan Ignaz Goldziher mengatakan: Sesungguhnya bagian terbesar dari Hadist tiada lain kecuali hasil proses perkembangan religi, politik dan sosial yang muncul pada abad pertama dan kedua, dan sesungguhnya tidak benar apa yang dikatakan bahwa hadist adalah dokumnetasi Islam pada masa awal kelahirannya, akan tetapi ia adalah peninggalan dari usaha Islam di zaman kematangan atau keemasannya.

Perkataan Goldziher inilah yang dijadikan landasan oleh seluruh orientalis yang datang sepeninggalnya, terkhusus Joseph Schacht dan neo orientalis dalam keilmuan dan penelitian mereka tentang Islam

Dalam hal ini mereka berdalil dengan atsar yang dinukil oleh Imam Bukhori dalam Jami’nya: “Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm, Perhatikanlah Hadist Rasulullah lalu tulislah (kodifikasikanlah), sesungguhnya saya khawatir hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama, dan janganlah kamu terima kecuali Hadist Rosulullah, dan hendaklah kalian tebarkan ilmu, dan hendaklah kalian duduk di majelis ilmu agar orang yang tidak tahu menjadi tahu, maka sesungguhnya ilmu tidak akan binasa kecuali bila dirahasiakan (tidak disebarkan)

BANTAHAN

Apa yang dikatakan para orientalis tentang keterlambatan penulisan Hadist adalah tidak benar. Hal itu disebabkan oleh kejahilan mereka tentang sejarah penulisan Hadist dan pengodifikasiannya serta perkembangannya, dan jauhnya mereka dari sikap ilmiah dan obyektif dalam hal ini, kebatilan tersebut ditinjau dari beberapa sisi:

Pertama: Bahwa mereka tidak memahami hakekat al kitabah yaitu: penulisan, at tadwin yakni pengodifikasian dan at tashnif yaitu penyusunan, mereka mencampuradukkan antara ketiga hakekat diatas.

Al kitabah bukanlah at tadwin dan at tadwin bukanlah at tashnif. Al kitabah adalah hanya sekedar penulisan sesuatu tanpa perhatian untuk mengumpulkan lembaran-lembaran yang ditulis dalam sebuah kitab, adapun at tadwin adalah tahapan yang datang setelah penulisan, yaitu pengodifikasian lembaran-lembaran yang telah ditulis dalam sebuah kitab. Adapun at tashnif (penyusunan) lebih khusus dari pengodifikasian, karena ia adalah penyusunan hadist-hadist yang telah ditulis dalam lembaran yang telah dikodifikasikan dalam fasal-fasal tertentu dan bab-bab yang terpisah.

Berdasarkan hal ini maka perkataan para ulama bahwa awal tadwin (pengodifikasian) hadist adalah pada akhir abad pertama, bukan berarti  bahwa hadist tidak ditulis selama masa itu. Namun maksudnya adalah bahwa Hadist telah ditulis dalam lembaran-lembaran yang terpisah dan belum sampai pada tahapan pengodifikasian (pengumpulan) dalam kitab khusus

Inilah yang tidak dipahami oleh kaum orientalis dan para pengikutnya. Mereka memahami bahwa penulisan sama dengan pengodifikasian. Dari sini jelaslah kekeliruan orang yang memahami perkataan “Orang yang pertama sekali mentadwin Hadist adalah Ibn Syihab az Zuhri” dengan orang yang pertama sekali menulis hadist adalah Imam Az Zuhri. Ini jelas kekeliruan yang nyata, karena penulisan bukan pengumpulan atau pengodifikasian.

Jadi perkataan diatas harus dipahami dan diterjemahkan dengan benar, yaitu orang yang pertama sekali mengodifikasikan lembaran-lembaran hadist yang telah ditulis dan menyusunnya adalah Imam Az Zuhri.

Barang siapa yang memperhatikan perkataan para Ulama dalam perkara ini maka akan jelas baginya bahwa maksud mereka adalah pengodifikasian bukan penulisan, seperti perkataan Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab beliau yang masyhur yakni Fathul baari: “Orang yang pertama kali mentadwin (mengodifikasikan) hadist adalah Ibn Syihab az Zuhri pada awal tahun 100 (awal abad kedua hijriyah) berdasarkan perintah Umar Ibn Abdulaziz, kemudian setelah itu bertambah banyak mengodifikasian kemudian penyusunan, dan dengan demikian terwujudlah kebaikan yang banyak”

Kedua: Bahwa khalifah Umar Ibn Abdulaziz tatkala memerintahkan untuk mengodifikasikan Hadist, bukan berarti beliau memulai dari sesuatu yang tidak ada. Beliau telah berpegang kepada lembaran-lembaran Hadist yang telah ditulis sebelumnya di zaman Rasul yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia Islam tatkala itu. Ini adalah kenyataan ilmiah dan bukti historis yang tidak bisa dipungkiri oleh orang-orang yang bersikap ilmiah dan obyektif dalam penelitiannya.

Ketiga: Kenyataan diatas diperkuat oleh bukti sejarah yang otentik tentang penulisan Sunnah dalam lembaran-lembaran yang terpisah yang ada pada zaman shahabat, berikut beberapa contoh tentang hal ini:

Hadist pertama
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepada kami 'Amru berkata, telah mengabarkan kepadaku Wahhab bin Munabbih dari saudaranya berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, Tidaklah ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali 'Abdullah bin 'Amru. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak. Ma'mar juga meriwayatkan dari Hammam dari Abu Hurairah {HR Bukhori}

Hadist kedua
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
Dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Sesungguhnya aku telah menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah untuk kemudian aku hafal. Namun banyak dari kaum Quraisy yang melarangku, mereka berkata, "Apakah kamu akan menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah SAW, sedangkan beliau sendiri adalah manusia biasa yang bisa saja berbicara dalam keadaan senang dan marah?" Sehingga aku berhenti menulisnya! Lalu hal tersebut aku adukan kepada Rasulullah, beliau kemudian memberikan isyarat dengan jarinya yang menunjuk ke mulut beliau, beliau berkata, "Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut ini) kecuali kebenaran." {HR Abu Dawud no 3646, As Shahihah 1532}

Hadist ketiga
أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْخُطْبَةَ خُطْبَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُو شَاهَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُبُوا لِي فَقَالَ اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهَ
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika Makkah telah dikuasai kaum muslim, Rasulullah berdiri ... —kemudian perawi menyebutkan khutbah Rasulullah— Dia berkata: Lalu ada seseorang —dari Yaman yang kenal dengan nama Abu Syah— berdiri dan berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah para sahabatmu untuk menuliskan (khutbah Rasulullah) untukku." Rasulullah kemudian berkata, "Tuliskanlah (khutbah) untuk Abu Syah ini." {HR Abu Dawud no 3649}

Itulah sebagian dari lembaran-lembaran yang ditulis di zaman para shahabat yang memuat Hadist-Hadist Rasulullah , dan masih banyak di lembaran-lembaran lain yang ditulis oleh para shahabat. Hal ini menjelaskan kepada kita kebatilan pernyataan kaum orientalis bahwa Hadist baru ditulis diawal abad kedua hijriyah.

Hal ini juga menjelaskan kepada kita kebatilan perkataan kaum orientalis bahwa, Hadist adalah hasil perkembangan ideologi atau pemikiran, politik dan sosial atau budaya dalam kehidupan kaum Muslimin.




Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi Rabi’ul Awwal 1433H

Pekanbaru, 07 Dzulhijjah 1436H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar